ihsanjarot

Membelah Jakarta

Leave a Comment


Sebuah Catatan Romansa


I
Tambun

Aku menemukan sepasang mata
dengan tatap yang biasa,
tak seperti mataku yang merah muda
sebab terkena sebuah asa yang nyala.

Segalanya harus kutahan,
sebab waktu kutahu tak melulu
berpegang pada orang-orang yang sedang terbakar
harus tetap menyisihkan rasa sabar.

Bukankah sebuah perasaan tak bisa diburu-buru?
Ini bukan tentang memaksakan sesuatu,
namun menyalakan hal lain
yang mungkin nantinya menggebu
tidak hanya untukku.

II
Bekasi

Kita terjebak dalam sebuah drama romansa
yang tak pernah tahu ujungnya.
Duduk di antara poster-poster film yang bisu
dengan sebuah kecemasan tentang malam
yang semakin mesra dengan keadaan.

Aku terjebak dalam kegelisahanmu
dalam sebuah kelambatan dan ketidakpastian,
sebab waktu yang memberikan babak tambahan.
Aku harus berempati atau mensyukuri?


 III
Membelah Jakarta

Angin bertiup dingin di wajahku,
sementara dalam saku jaket
menyala sebuah lilin kecil
menjadi asa, menjadi rasa
menjadi semua doa-doa baik
yang kuwiridkan dalam setiap putaran roda.

Dan dalam sebuah peristirahatan sementara
dalam segelas teh yang terlalu membara,
kau bersemayam dalam jaketku,
sebab tubuhku kebas oleh dingin kala itu.

IV
Kalideres

Sebuah kesialan -yang menjadi keuntungan.
Aku tersenyum dalam hati,

"Terima kasih, Tuhan, atas sebuah kesialan malam ini."

Aku larut dalam lautan kebahagian,
tubuhku bak seonggok tembok kokoh
yang menopang segala hal-hal yang menyenangkan.
Sepasang mata tertutup dan aku meninggalkan segala kantuk.
Sebuah rasa yang tak pernah disangka,
dan baratnya Jakarta, menjadi sebuah romansa yang sekejap
menjadi hal yang melekat di kepala.

V
Tangerang

Aku berhenti di tempat yang tak asing,
melepas sebuah kebahagiaan pada tempat tidurnya
dari kaca spion,
aku melihat sebuah pintu tertutup dengan merdu.
Aku pulang dalam kebahagiaan,
dan dalam jaketku, bersemayam aroma
yang kudoakan tak mempan hilang dalam cucian.
Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar